Tulisan ini penulis kutip dari kitab Tafsir Al-Azhar karya Prof. Dr. HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
mudah-mudahan bisa menjadi referensi tambahan dari kitab-kitab Tafsir lainnya
Untuk
memperteguh disiplin, menyisihkan mana kawan mana lawan, maka kepada orang yang
beriman diperingatkan,
“Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin.”
[pangkal ayat 51]
Di sini jelas dalam kata seruan pertama, bahwa bagi orang
yang beriman sudah ada satu konsekuensi sendiri Karena imannya. Kalau dia
mengaku beriman pemimpin atau menyerahkan pimpinannya kepada Yahudi atau
Nasrani. Atau menyerahkan kepada mereka rahasia yang tidak patut mereka
ketahui, sebab dengan demikian bukanlah penyelesaian yag akan didapat,
melainkan bertambah kusut.
Maka
hal yang penting menjadi perhatian kita di sini ialah bahwa disebutkan nama
golongan mereka, yaitu Yahudi dan Nasrani. Tidak disebutkan nama kehormatan
lain yang kita pakai untuk mereka, yaitu Ahlul Kitab.
Ahli-ahli
tafsir yang mendalami balaaghah kata
Al-Quran mengatakan bahwa di sini memang tidak pantas disebut, “Janganlah kamu ambil Ahlul Kitab jadi
pemimpin.” Sebab di dalam kitab-kitab yang mereka terima itu pada pokoknya
tidak ada ajaran yang memusuhi tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.. Dan
kalau diri dilepaskan dari ta’ashub(fanatic)
golongan, kitab-kitab yang terdahulu itu tidaklah berlawanan dengan Al-Quran.
Tetapi setelah mereka menonjolkan golongan, dengan menamai diri Yahudi dan
Nasrani, maka Islam(penyerahan diri kepada Allah Yang Maha Esa) sudah
ditinggalkan, dan dipertahankan golongan, dan pendirian yang mereka pilih telah
salah.
Kemudian
terus Allah melanjutkan firmanNya, “Sebagian
mereka adalah pemimpin-pemimpin dari yang sebagian.” Maksud ayat ini dalam
dan jauh. Artinya jika pun orang Yahudi dan Nasrani itu yang kamu hubungi atau
kamu angkat menjadi pemimpinmu, meskipun beberapa orang saja, ingatlah kamu
bahwa sebagian yang berdekat dengan kamu itu akan menghubungi kawannya yang
lain, yang tidak kelihatan menonjol ke muka. Sehingga yang mereka kerjakan di
atas itu pada hakikatnya ialah tidak turut dengan kamu.
Kadang-kadang
lebih dahsyat lagi dari itu. Dalam kepercayaan sangatlah bertentangan di antara
Yahudi dengan Nasrani; Yahudi menuduh Maryam berzina dan Isa al-Masih hidup,
orang Yahudi memusuhi Nasrani, dan kalau Nasrani telah kuat kedudukannya,
mereka pun membalaskan permusuhan itu pula dengan kejam sebagaimana selalu
tersebut dalam riwayat lama dan riwayat zaman baru. Tetapi apabila mereka
hendak menghadapi Islam, yang keduanya sangat membencinya, maka yang setengah
mereka akan memimpin setengah yang lain. Artinya dalam menghadapi Islam, mereka
tidak keberatan bekerja sama.
Sebagaimana
pernah terjadi di Bandung pada masa Republik Indonesia telah memilih Anggota
Badan Konstituante. Wakil-wakil partai-partai Islam ingin agar di dalam
Undang-undang dasar yang akan dibentuk itu dicantumkan tujuh kalimat, yaitu,
“Dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya.” Maka seluruh
partai yang membenci cita-cita Islam itu sokong-menyokong, pimpin-memimpin,
beri-memberi, menentang cita-cita itu, walaupun di antara satu sama lain
berbeda ideology dan berbeda kepentingan. Dalam menghadapi Islam mereka
bersatu. Bersatu Katolik, Protestan, partai-partai nasional, partai sosialis,
dan partai komunis.
Dalam
gelanggang internasional pun begitu pula. Pada tahun 1964 Paus Paulus VI,
sebagai Kepala Tertinggi dari gereja Katolik mengeluarkan ampunan umum bagi
agama Yahudi. Mereka dibebaskan dari dosa yang selama ini dituduhkan kepada
mereka , yaitu karena usaha merekalah Nabi Isa al-Masih ditanggkap oleh Penguasa
Romawi dan diserahkan kepada orang Yahudi, lalu disalib,(menurut kepercayaan
mereka).
Sekarang
setelah 20 abad Yahudi dikutuk, Yahudi dihina di mana-mana dalam dunia Kristen,
tiba-tiba Paus member mereka ampun.
Ampun
apakah ini, sehingga pegangan kepercayaan 2.000 tahun dapat diubah demikian
saja?
Tidak
lain, adalah Ampunan Politik. Tenaga Yahudi yang kaya raya dengan uang harus
bersatu padu dengan Kristen di dalam menghadapi bahaya Islam. Kemudia, 1967,
negeri-negeri Arab diserang Yahudi dalam masa empat hari dan Jerusalem (Baitul
Maqdis) dirampas dari tangan kaum Muslimin, padahal telah 14 Abad mereka
punyai. Dan tiba-tiba datanglah gagasan dari gereja Katolik agar kekuasaan atas
Tanah Suci kaum Muslimin, wilayah turun-temurun selam 1.300 tahun labih dari
bangsa Arab supaya diserahkan kepada satu Badan Internasional. Tegasnya, kepada
PBB sedang yang berkuasa penuh dalam PBB itu adalah Negara-negata Kristen.
(Perancis Katolik, Amerika Protestan, Inggris Anglicant), dan Rusia (Komunis)
Mungkin
di zaman Rasulullah sendiri yang demikian belum tampak, sebab di kota Madinah
hanya masyarakat Yahudi yang terbesar di antara kedua agama itu, dan masyarakat
Nasrani ada di Syam (utara) dan Najran-Yaman(Selatan) tetapi keajaiban Al-Quran
kita rasakan kian terang setelah kita perhatikan jalan sejarah. Yaitu dalam
perkembangan selanjutnya, kedua agama yang sangat bermusuhan itu dapat
bersatu-padu di dalam menghadapi dan memusuhi Islam. Sampai berdiri Negara
Israel di tanah orang Islam, dengan bantuan bangsa-bangsa pemeluk Kristen lebih
dekat kepada Islam, sebab Islam membantah keras kepercayaan Yahudi bahwa Nabi
Isa anak di luar nikah, dan memang lahir dengan Maha kekuasan Allah dari
seoarang anak dara yang suci. Sedangkan Islam membantah keras kalau Nabi Isa
itu dikatakan Tuhan. Islam mereka musuhi karena tidak mengakui Isa itu Allah,
dan Yahudi mereka rangkul jadi teman, meskipun mereka mengatakan Isa anak zina!
Sambungan
ayat, “Dan barangsiapa yang menjadikan
mereka itu pemimpin di antara kamu, maka sesungguhnya dia itu telah termasuk
golongan dari mereka.”
Suku
ayat ini amat penting diperhatikan. Yaitu barangsiapa yang mengambil Yahudi
atau Nasrani menjadi pemimpinnya, tandanya dia telah termasuk golongan mereka,
artinya telah bersimpati kepada mereka. Tidak mungkin seseorang yang
mengemukakan orang lain jadi pemimpinnya kalau dia tidak menyukai orang itu.
Meskipun dalam kesukaannya kepada orang yang berlain agama itu, dia belum resmi
pindah ke dalam agama orang yang disukainya itu. Menurut riwayat dari Abd
Humaid, bahwa sahabat Rasulullah saw. yang terkenal Hudzaifah bin al-Yaman
pernah berkata,
“Hati-hati
tiap-tiap seorang daripada kamu, bahwa dia telah menjadi Yahudi atau Nasrani,
sedang dia tidak merasa”
Lalu
dibacanya ayat yang sedang kita tafsirkan ini, yaitu kalau orang telah
menjadikan mereka itu jadi pemimpin, maka dia telah termasuk golongan orang
yang diangkatnya jadi pemimpin itu.
Perhatikanlah
bagaimana bangsa-bangsa penjajah Kristen yang telah menaklukkan negeri-negeri
Islam, yang mula-mula mereka kerjakan dengan sungguh-sungguh ialah mengajarkan
bahasa mereka, supaya rakyat Islam yang terjajah itu berpikir dalam bahasa
bangsa yang menjajah, lalu mereka lemah dalam bahasa sendiri dan terpengaruh
dengan peradaban dan kebudayaan bangsa Kristen yang menjajahnya itu. Kian lama
kian hilanglah kepribadian umat yang terjajah tadi, hilang pokok asalnya
berpikir dan hilang perkembangan bahasanya sendiri. Lalu yang dipandangnya
tinggi ialah bangsa yang menjajahnya itu. Hal ini telah kita alami di zaman
penjajahan Belanda di Indonesia dan penjajahan Perancis di Afrika Utara, dan
penjajahan Inggris di Tanah Melayu dan India. Maka orang yang pangkalannya
berpikir masih dalam Islam, merasa rumitlah menghadapi orang-orang yang mengaku
Islam ini, sebab dia telah berpikir dari luar Islam. Bertahun-tahun lamanya
kita yang memperjuangkan Islam musti memberikan kepada mereka keterangan agama
sepuluh kali lebih sulit daripada memberi keterangan kepada seorang Amerika
atau Eropa yang ingin memeluk Islam. Sebab rasa cemooh kepada agama, sinis,
acuh tak acuh telah memenuhi sikapnya; mereka itu menamai dirinya Kaum Intelek
yang meminta keterangan agama yang masuk akal. Padahal akalnya itu telah
dicekok oleh didikan asing, sehingga kebenaran tidak bias masuk lagi.
Kadang-kadang terhadap orang seperti ini, seorang muslim yang taat harus
bersikap seperti “menatang minyak penuh”, sebab batinnya pantang tersinggung.
Bukan akal mereka yang benar cerdas atau rasionalis melainkan jiwa mereka yang
telah berubah, sehingga segala yang bagus adalah pada bangsa yang menjajah
mereka, dan segala yang buruk adalah pada pemeluk agamanya sendiri.
Orang
semacam inilah yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun di dalam Muqaddimah tarikhnya,
(Pasal ke II, Kitab Pertama, no. 23) Kata beliau,
“Orang
yang kalah selalu meniru orang yang menang, baik dalam lambangnya, atau dalam
cara berpakaian, atau kebiasannya, dan sekalian gerak-gerik, dan
adat-istiadatnya. Sebabnya ialag karena jiwa itu selalu percaya bahwa
kesempurnaan hanya da pada orang yang telah mengalahkannya itu, lalu dia
menjadi penurut peniru. Baik oleh karena telah sangat tertanam rasa pemujaan,
atau karena kesalahan berpikir, bahwa keputusan bukanlah karena kekalahan yang
wajar, melainkan karena tekanan rasa rendah diri dan yang menang selalu benar!”
Barangsiapa
yang mengangkat pemeluk agama lain itu jadi pemimpin tidaklah berarti bahwa
mereka mengalih agama.
Agama
Islam kadang-kadang masih mereka kerjakan, tetapi hakikat Islam telah hilang
dari jiwa mereka. Saking tertariknya dan tergadainya jiwa mereka kepada bangsa
yang memimpinnya tidak mereka keberatan lagi menjual agama dan bangsanyaa
dengan harga murah. Ketika Belabda sudah sangat kepayahan menghadapi perlawanan
rakyat Aceh mempertahankan kemerdekaan mereka, sehingga nyaris gagal, maka yang
menunjukkan cara bagaimana memusnahkan dan mematahkan perlawanan itu ialah
seorang jaksa beragama Islam yang didatangkan dari daerah luar Aceh: Dia
membrikan advis supaya Belanda mendirikan tentara Marsose yang selain dari
memakai bedil dan kelewang, hendaklah memakai rencong juga, sebagaiman orang
Aceh itu pula, buat memusnahkan pahlawan Muslimin Aceh yang masih bertahan
secara gerilya. Kononnya beliau dalam kehidupan pribadi adalah seorang Islam
yang taat shalat dan puasa. Dan dia mendapat bintang Willemsorde dari Belanda
karena jasanya menunjukkan rahasia-rahasia umatnya seagama itu.
Orang
seperti ini banyak terdapat dalam sejarah. Negerinya hancur, agamanya terdesak
dan buat itu dia diberi balas jasa, yaitu bintang! Maka tepatlah apa yang
dikatakan oleh sahabat raulullah saw. tadi, yaitu mereka telah jadi Yahudi, dan
di sini telah jadi Nasrani, padahal mereka tidak sadar.
“Sesungguhnya Allah tidaklah akan
member petunjuk kepada kaum yang zalim.”
[ujung ayat 51]
Maka orang yang telah
mengambil Yahudi atau Nasrani menjadi pemimpinya itu nyatalah sudah zalim.
Sudah aniaya. Sebagaimana kita maklum kata-kata zalim itu berasalah dari zhulm,
artinya gelap. Mereka telah memilih jalan hidup yang gelap, sehingga terang
dicabut Allah dari dalam jiwa mereka. Mereka telah memilih musuh kepercayaan,
meskipun bukan musuh pribadi. Padahal di dalam surah al-Baqarah ayat 120 telah
diperingatkan bahwa Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha sebelum umat Islam
menuruti jalan agama mereka. Mereka itu bias senang pada lahir, kaya dalam
benda, tetapi umat mereka jadi melarat karena kezaliman mereka. Lantaran itu
selamanya tidak akan terjadi kedamaian. Sebab umat Islam yang memegang teguh
tauhid, selama-lamanya akan menyimpan dendam dalam hati, sampai mereka mendapat
kemerdekaan kembali. Dan orang yang jiwanya dipimpin oleh Yahudi dan Nasrani
itu akan tetap menjadi kudis dan borok di
hadapan mata mereka.
Di
ayat ini ditegaskan bahwa yang dilarag ialah mengambil mereka jadi pemimpin.
Tetapi pergaulan manusia di antara manusia, yang sadar akan diri tidaklah
terlarang. Seumpama sekarang ini, negeri-negeri umat Islam telah merdeka. Kita
akan berhubungan dalam soal-soal ekonomi, kita tidak akan mengisolasi diri.
Bahkan di dalam surah al-Hujuraat ayat 13, dengan tegas Allah berfirman,
“Wahai manusia! Sesuguhnya telah kami
ciptakan kamu itu dari seorang laki-laki dan sorang perempuan, dan telah Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu kenal-mengenal.
Sesungguhnya kaum yang paling muia di sisi allah ialah yang paling takwa
kepada-Nya. Sesungguhnya Allah itu adalah Mahatahu, dan Maha Mengerti.”(al-Hujuraat: 13)
Demikian
juga tidak ada larangan berbaik-baik dengan tetangga yang memeluk agama lain.
Rasulullah saw. memberikan contoh pula dalam hal ini. Beliau pernah
menggadaikan perisainya kepada tetangganya yang Yahudi buat pembeli gandum.
Beliau pernah menyembelih kambing untuk makanan sendiri, lalu khadamnya
disuruhnya segera menghantarkan sebagian daging kambing itu ke rumah
tetangganya Yahudi itu. Kita orang Islam boleh kawin dengan Ahlul Kitab dengan
tidak usah perempuan itu memeluk agama Islam, terlebih dahulu. Sebab pimpinan
rumah tangga adalah di tangan suami, bukan ditangan istri. Tetapi ahli fiqih
Islam sama pendapat bahwa laki-laki Islam hanya tinggal nama saja, tidak boleh
kawin dengan perempuan pemeluk agama lain “karena pancing bias dilarikan ikan”.
Sedang perempuan Islam dilarang kawin dengan laki-laki pemeluk agama lain,
sebab pimpinan rumah tangga di tangan laki-laki. Hanya boleh kalau laki-laki
itu pemeluk Islam terlebih dahulu.
Di
dalam pemerintahan Islam, penguasa Islam dibolehkan memberikan kepercayaan
kepada pemeluk agama lain untuk memegang satu jabatan, sebab pimpinan tertinggi
adalah ditangan Islam. Sebab itu tidaklah ada kekhawatiran. Tetapi kalau timbul
khawatir tidaklah boleh.
Ada
berbagai pendapat macam pendapat telah dikemukakan tentang sebab turunnya ayat
ini. Salah satu sebab turun yang diriwayatkan dalam hadits bahwa penduduk Arab
Madinah, dari persukuan Khazraj dan Aus, sebelum mereka memeluk Islam dahulu,
telah membuat perjanjian bantu-membantu dengan persukuan-persukuan Yahudi yang
ada di Madinah. Yaitu Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’. Setelah
agama Islam mereka peluk dan Nabi Muhammad saw. berpindah ke negeri Madinah,
Rasulullah pun membuat perjanjian-perjanjian pula dengan suku-suku Yahudi itu
akan hidup berdampingan secara damai. Kalau kota Madinah diserang orang dari
luar, mereka akan turut bertahan. Dan keamanan mereka beragama dijamin oleh
Rasulullah saw.. Maka tersebutlah bahwasanya kemudian suku-suku Yahudi itu
mungkir akan janjinya, bahkan berkhianat.
Yang
mula berkhianat ialah Yahudi Bani Nadhir. Seketika Rasulullah datang ke kampong
mereka, mengumpulkan derma pembantu bayaran diyat karena Amr bin Umayyah
membunuh dengan kekhilafan seketikan kembali dari sumur maa’uunah, beliau
disambut dengan manis oleh mereka. Tetapi setelah Rasulullah duduk bersandar
pada satu dinding rumah, mereka telah berbisik-bisik hendak menjatuhkan
sebuah lesung batu dari sutuh rumah, rupanya Rasulullah mendapat ilham
bahwa ada bahaya, sehingga beliau segera berdiri dan menghindarkan diri dari
dinding itu. Dan beliau selamat.
Pengkhianatan
itu segera diketahui. Maka setelah dikumpulkan dengan bukti-bukti yang lain,
maka dikepunglah kampong Bani Nadhir itu dan mereka disuruh menyerah. Tetapi
Abdullah bin Ubay, kepala orang-orang munafik menyuruh mereka bertahan dan
bersdia hendak membantu, karena merasa terikat dengan janji lama akan
bantu-membantu. Tetapi setekah diadakan kepungan yang sungguh-sungguh, satu
orang pun tidak ada pengikut Abdullah bin Ubay yang datang membantu, sehingga
pengusiran berjalan terus.
Memang
ada beberapa sahabat Rasulullah yang karena kekuatan imam dan rasa ksatria
ditumbuhi rasa kesulitan karena janji-janji bantun-membantu yang dahulu telah
diperbuat itu. Tetapi beberapa orang sahabat yang teguh hatinya langsung
menyatakan sikap. Diantaranya ialah Sa’ad bin Mu’az, sesudah pengkhinatan Bani
Quraizhah dalam peperangan al-Ahzaab(perang Khandaq/parit) Dialah yang
menjatuhkan hukum bahwa Bani Quraizhah itu harus dihukum, semua laki-laki
dibunuh dan anak istrinya dijadikan tawanan, dan harta benda dirampas. Padahal
Bani Quraizhah yang khianat itu mengharap Sa’ad membela mereka, sabab dahulu
ada janji bantu-membantu. Yahudi yang berkhianat terlebih dahulu, sebab itu
mereka menanggungkan akibatnya.
Yang
tegas pula ialah Ubadah bin Shamit. Seketika orang-orang seperti Abdullah bin
ubay secara munafik membela Yahudi, maka Ubadah bin Shamit datang menghadap
Rasulullah dan menyatakan sikapnya yang tegas. Dan berkata dihadapan beliau,”Ya
Rasul Allah! Ikatan janji kami dengan Yahudi akan bantu-membantu,
tolong-menolong. Aku tahu mereka itu keras sikapnya, banyak senjata mereka,
kukuh persatuan mereka. Tetapi sungguh pun demikian, hari ini aku akan
menentukan sikap. Aku melepaskan diri dari ikatan itu, dan langsung berlindung
kepada Allah dan rasul-Nya. Tidak ada pimpinan bagiku melainkan pimpinan Allah
dan Rasul”
Tetapi
di dalam majelis itu juga Abdullah bin Ubay menyatakan bahwa dia tidak ada
maksud hendak membatalkan janji itu. Kemudian ternyata bahwa dia tidak sanggup
memegang janjinya dengan Yahudi itu dan tidak pula terang berpihak kepada
Islam; sehingga dia dicaplah sebagai munafik.
Meskipun
terdapat beberapa riwayat tentang sebab turun ayat, namun yang kita jadikan
pedoman ialah isinya. Karena tersebut di dalam kaidah ushul fiqih,
“Yang dipandang adalah umum maksud
perkataan, bukanlah sebab yang khusus.”
Artinya,
yang dipandang ialah maksud dan tujuan perkataan, bukanlah tentang sebab
turunnya ayat. Apatah lagi larangan Allah ini berlaku selama dunia terkembang
bagi kepentingan penjagaan Islam senidiri.
Bukankah
telah pernah berates-ratus tahun lamanya negeri-negeri Islam menjadi jajahan
dari orang yang beragama Nasrani? Bagaimana hebatnya percobaan mereka sebagai
pihak yang berkuasa hendak memaksakan agama mereka dan menghilangkan pengaruh
Islam? Kita sendiri sebagai negeri bekas dijajah sudah pernah merasai itu.
Mereka telah masuk dengan berbagai cara. Cobalah perhatikan dalam kota Jakarta
sendiri, yang sekarang menjadi ibu kota Republik Indonesia, adakah bertemu
bekas bahwa zaman penjajahan itu umat Islam boleh mendirikan masjid yang agak
pantas di tempat yang agak patut? Masjid-masjid hanya terpencil di
belakang-belakang lorong, di pinggir-pinggir kota, sedang ditempat yang dan
megah, gerejalah yang berdiri. Sebab pimpinan adalah di tangan mereka.
Pendidikan
dan pengajaran kanak-kanak pun termasuk pimpinan yang penting. Bagaimana
jadinya anak-anak Islam, kalau pimpinan pendidikan mereka diberikan kepada guru
yahudi atau Nasrani? Sedang mereka, sebagai dikatakan dalam ayat tadi, adalah
menjadi pemimpin antara satu dengan yang lain, artinya mempunyai organisasi
yang kuat.
Teingatlah
penulis, bahwa kira-kira tahun 1920, seorang Demang(pegawai pemerintah
penjajahan Belanda, tetapi beragama Islam) meminta nasihat soal perkara agama,
yaitu nusyuz yang terjadi di antara suami istri Islam. Demang itu
meminta keputusan perkara orang itu, meskipun secara advis, kepada adviseur
uoor Inlansche Zaken, yang dipimpin oleh seorang orientalis yang sangat
ahli tentang soal-soal Islam. Yaitu Dr. Hazeu. Lalu advis ahli itu pun datang,
padahal advisnya itu diambil dari hukum fiqih yang sangat kaku. Waktu itulah
ayah dan guruku Dr. Syekh Abdul Karim Amrullah yang mengajar agama Islam di
Padang Panjang menyatakan bandingan atas huku Dr. Hazeu itu dengan tegas,
sehingga advis Dr. Hazeu itu tidak jadi terpakai. Padahal sebelum Dr. Hazeu, Adviseur pemerintah Belanda
tentang Islam, masih ulam; yaitu Sayyid Osman al-Alawi. Sebelum itu, pada tahun
1911 keluar fatwa Ayahku itu di dalam majalah al-Munir menjawab
pertanyaan seseorang, apakah Tuanku Laras boleh dijadikan wali hakim, dengan
tegas beliau jawab, tidak! Sebab meskipun Tuanku Laras seorang kepala
Bumiputra, bukanlah dia pimpinan agama, melainkan pegawai dari pemerintah
Belanda.
Tentunya
termasuk di sini mengambil karangan orientalis Barat yang katanya ahli dalam
soal-soal Islam, untuk dijadikan mata pelajaran Islam pada sekolah-sekolah
tinggi, seumpama karangan Young Bull yang terkenal tentang fiqih.
Karangan-karangan Orientalis Barat tentang Islam hanya baik untuk dijadikan
tinjauan belaka, tetapi amat berbahaya untuk dijadikan pegangan; kecuali kalau
yang belajar itu hendak mengetahui bagaimana pandangan dan penghargaan ulama
Islam sendiri.
“Maka akan engkau lihat orang-orang
yang di dalam hatinya ada penyakit, berlomba-lombalah mereka kepada mereka.”
[pangkal ayat 52]
Inilah
kalimat yang sangat tepat. Bahwasanya yang mau menjadikan Yahudi dan Nasrani
menjadi pimpinan, tidak lain daripada orang yang di dalam hatinya telah ada
penyakit. Penyakit, terutama yag pertama ialah munafik. Yang kedua ialah
agamanya itu hanya sekadar nama sebutan belaka, sebab kebetulan mereka
keturunan orang Islam. Bagi mereka sama saja, apakah pimpinan itu Islam atau
Yahudi atau Nasrani, asal ada jaminan hidup. Bahkan sampai kepada zaman kita
teah merdeka sekarang ini, masih belum sembuh benar penyakit itu. Di kota-kota
besar, bukan saja di tanah Jawa yang telah lama pengaruh Belanda, bahkan di
Sumatera, bahkan di Sumatera Barat, sebagai di Padang, Bukittinggi, dan
Payakumbuh, telah penuh sesak sekolah sekolah yang didirikan Kristen yang
dimasuki oleh anak-anak orang Islam. Dan melihat sekolah mereka telah mulai
laku, mulailah mereka mengatur bahwa anak-anak Islam yang masuk ke dalam
sekolah mereka mesti pula turus mengerjakan sembahyang Kristen kalau terjadi
upacara sembahyang.
Dengan
ini dapatlah kita pahamkan bahwa pekerjaan menegakkan Islam mempunyai berbagai
ragam segi yang wajib diisi semuanya dan meminta waktu dan kesabaran. Kalau
kita lihat bahwa berjuang agar hukum Allah berlaku di dalam suatu negara,
sebagaimana pada ayat sebelum ini sudah kita bentangkan, maka lebih hebat lagi
untuk menginsafkan umat Islam agar jangan menyerahkan pimpinan kepadamYahudi
dan Nashara. Padahal kita pun mengakui bahwa didalam zaman sekarang ini
hanyalah ilmu pengetahuan yang tinggi-tinggi ada pada mereka, ilmu pengetahuan
yang tinggi-tinggi ada pada mereka sebagai tersebut di dalam sebuah hadits yang
shahih,
“Hakikat adalah barang mahal orang
Mukmin yang hilang. Oleh sebab itu, pungutlah dia dimana pun bertemunya.”
Kita memerlukan
teknik Eropa, ilmu kedokteran Amerika, kepandaian ilmu alam Rusia, ilmu perang,
dan lain-lain. Tetapi kita wajib selalu awas, jangan sampai pimpinan jiwa kita,
keimanan kita akan tergadai lantaran itu. Sebab itu maka awasilah jiwa sendiri
agar jangan ditimpa penyakit. Karena hanya jiwa yang sakit yang dapat kena
pengaruh mereka, “Berkata mereka,” yaitu jiwa-jiwa yang telah sakit itu,
“Kami takut bahwa akan menimpa kepada kami kecelakaan.” Persis beginilah
jawaban dari orang yang berjiwa sakit, ketika ditanya mengapa mereka
menyerahkan pimpinan kepada Yahudi dan Nasrani. Mereka menjawab, “Kalau kita
tidak serahkan pimpinan kepada mereka niscaya kita celaka.” Kalau pimpinan
anak saya tidak diserahkan kepada mereka, tentu civil effect atau nasib
penghidupan anak saya di belakang hari tidak terjamin, sebab sekolah-sekolah
kepunyaan Kristen itu amat lengkap persediaanya dan amat rapi pelajarannya.
Kalau ditanya, “
Bagaimana urusan agama anak itu kelak?” Maka si orang tua yang jiwa agamanya
telah sakkit itu memberikan jawaban yang amat lemah.
Asalnya kaum yang
dalam hatinya ada penyakit ini, berkata demikian di zaman Rasul saw. ialah di
saat-saat mereka masih menyangka bahwa Islam tidak akan menang, dan
lawan-lawannya, terutama Yahudi masih kuat. Maka buat orang yang imannya teguh,
Allah memberikan pengharapan, “Moga-moga Allah akan mendatangkan kemenangan
atau suatu keadaan dari sisi-Nya.” Melihat lawan masih kuat, orang-rang
yang beriman janganlah lekas patah semangat dan lemah harapan. Asal keyakinan
tetap teguh, kemenangan pasti datang dan keadaan akan berubah. Keadaan tidak
akan tetap begitu-begitu saja. Dalam sejarah ternyatalah apa yang telah
dibayangkan Allah sebagai pengharapan itu, sehingga orang-orang Yahudi jatuh
pamor mereka satu demi satu dan hilang segenap kebesaran dan pengaruh mereka
dari tanah Arab, dan Daulat Islam berdiri. “Maka jadilah mereka itu.”
Yaitu orang-orang yang telah telanjur menyerahkan pimpinan kepada Yahudi dan
Nasrani itu.
“Atas apa yang mereka simpan-simpan
dalam hati mereka, menjadi orang-orang yang menyesal.”
[ujuang ayat 52]
Orang yang lantaran
di dalam jiwa telah ada penyakit, oleh karena kelemahannya dan pendirian yang
tiada tetao, di waktu melihat musuh masih kuat, tidak merasa yakin akan
kemenangan Islam; sebab itu mereka menyeberang ke pihak sana. Kemudian
ternyatalah bahwa Islam itu lebih kuat dari apa yang mereka sangka bermula.
Lantaran itu menyesallah mereka, hidup sudah serba salah dan langkah sudah
terlanjur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mari bersedekah ilmu..mari memberikan tanggapan..