Selasa, 13 Desember 2016

Tafsir Al-Azhar Surah Al Maidah 51-52

Tulisan ini penulis kutip dari kitab Tafsir Al-Azhar karya Prof. Dr. HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) 
mudah-mudahan bisa menjadi referensi tambahan dari kitab-kitab Tafsir lainnya



Untuk memperteguh disiplin, menyisihkan mana kawan mana lawan, maka kepada orang yang beriman diperingatkan,

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin.”
[pangkal ayat 51]

            Di sini jelas dalam kata seruan pertama, bahwa bagi orang yang beriman sudah ada satu konsekuensi sendiri Karena imannya. Kalau dia mengaku beriman pemimpin atau menyerahkan pimpinannya kepada Yahudi atau Nasrani. Atau menyerahkan kepada mereka rahasia yang tidak patut mereka ketahui, sebab dengan demikian bukanlah penyelesaian yag akan didapat, melainkan bertambah kusut.
            Maka hal yang penting menjadi perhatian kita di sini ialah bahwa disebutkan nama golongan mereka, yaitu Yahudi dan Nasrani. Tidak disebutkan nama kehormatan lain yang kita pakai untuk mereka, yaitu Ahlul Kitab.
            Ahli-ahli tafsir yang mendalami balaaghah kata Al-Quran mengatakan bahwa di sini memang tidak pantas disebut, “Janganlah kamu ambil Ahlul Kitab jadi pemimpin.” Sebab di dalam kitab-kitab yang mereka terima itu pada pokoknya tidak ada ajaran yang memusuhi tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.. Dan kalau diri dilepaskan dari ta’ashub(fanatic) golongan, kitab-kitab yang terdahulu itu tidaklah berlawanan dengan Al-Quran. Tetapi setelah mereka menonjolkan golongan, dengan menamai diri Yahudi dan Nasrani, maka Islam(penyerahan diri kepada Allah Yang Maha Esa) sudah ditinggalkan, dan dipertahankan golongan, dan pendirian yang mereka pilih telah salah.
            Kemudian terus Allah melanjutkan firmanNya, “Sebagian mereka adalah pemimpin-pemimpin dari yang sebagian.” Maksud ayat ini dalam dan jauh. Artinya jika pun orang Yahudi dan Nasrani itu yang kamu hubungi atau kamu angkat menjadi pemimpinmu, meskipun beberapa orang saja, ingatlah kamu bahwa sebagian yang berdekat dengan kamu itu akan menghubungi kawannya yang lain, yang tidak kelihatan menonjol ke muka. Sehingga yang mereka kerjakan di atas itu pada hakikatnya ialah tidak turut dengan kamu.
            Kadang-kadang lebih dahsyat lagi dari itu. Dalam kepercayaan sangatlah bertentangan di antara Yahudi dengan Nasrani; Yahudi menuduh Maryam berzina dan Isa al-Masih hidup, orang Yahudi memusuhi Nasrani, dan kalau Nasrani telah kuat kedudukannya, mereka pun membalaskan permusuhan itu pula dengan kejam sebagaimana selalu tersebut dalam riwayat lama dan riwayat zaman baru. Tetapi apabila mereka hendak menghadapi Islam, yang keduanya sangat membencinya, maka yang setengah mereka akan memimpin setengah yang lain. Artinya dalam menghadapi Islam, mereka tidak keberatan bekerja sama.
            Sebagaimana pernah terjadi di Bandung pada masa Republik Indonesia telah memilih Anggota Badan Konstituante. Wakil-wakil partai-partai Islam ingin agar di dalam Undang-undang dasar yang akan dibentuk itu dicantumkan tujuh kalimat, yaitu, “Dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya.” Maka seluruh partai yang membenci cita-cita Islam itu sokong-menyokong, pimpin-memimpin, beri-memberi, menentang cita-cita itu, walaupun di antara satu sama lain berbeda ideology dan berbeda kepentingan. Dalam menghadapi Islam mereka bersatu. Bersatu Katolik, Protestan, partai-partai nasional, partai sosialis, dan partai komunis.
            Dalam gelanggang internasional pun begitu pula. Pada tahun 1964 Paus Paulus VI, sebagai Kepala Tertinggi dari gereja Katolik mengeluarkan ampunan umum bagi agama Yahudi. Mereka dibebaskan dari dosa yang selama ini dituduhkan kepada mereka , yaitu karena usaha merekalah Nabi Isa al-Masih ditanggkap oleh Penguasa Romawi dan diserahkan kepada orang Yahudi, lalu disalib,(menurut kepercayaan mereka).
            Sekarang setelah 20 abad Yahudi dikutuk, Yahudi dihina di mana-mana dalam dunia Kristen, tiba-tiba Paus member mereka ampun.
            Ampun apakah ini, sehingga pegangan kepercayaan 2.000 tahun dapat diubah demikian saja?
            Tidak lain, adalah Ampunan Politik. Tenaga Yahudi yang kaya raya dengan uang harus bersatu padu dengan Kristen di dalam menghadapi bahaya Islam. Kemudia, 1967, negeri-negeri Arab diserang Yahudi dalam masa empat hari dan Jerusalem (Baitul Maqdis) dirampas dari tangan kaum Muslimin, padahal telah 14 Abad mereka punyai. Dan tiba-tiba datanglah gagasan dari gereja Katolik agar kekuasaan atas Tanah Suci kaum Muslimin, wilayah turun-temurun selam 1.300 tahun labih dari bangsa Arab supaya diserahkan kepada satu Badan Internasional. Tegasnya, kepada PBB sedang yang berkuasa penuh dalam PBB itu adalah Negara-negata Kristen. (Perancis Katolik, Amerika Protestan, Inggris Anglicant), dan Rusia (Komunis)
            Mungkin di zaman Rasulullah sendiri yang demikian belum tampak, sebab di kota Madinah hanya masyarakat Yahudi yang terbesar di antara kedua agama itu, dan masyarakat Nasrani ada di Syam (utara) dan Najran-Yaman(Selatan) tetapi keajaiban Al-Quran kita rasakan kian terang setelah kita perhatikan jalan sejarah. Yaitu dalam perkembangan selanjutnya, kedua agama yang sangat bermusuhan itu dapat bersatu-padu di dalam menghadapi dan memusuhi Islam. Sampai berdiri Negara Israel di tanah orang Islam, dengan bantuan bangsa-bangsa pemeluk Kristen lebih dekat kepada Islam, sebab Islam membantah keras kepercayaan Yahudi bahwa Nabi Isa anak di luar nikah, dan memang lahir dengan Maha kekuasan Allah dari seoarang anak dara yang suci. Sedangkan Islam membantah keras kalau Nabi Isa itu dikatakan Tuhan. Islam mereka musuhi karena tidak mengakui Isa itu Allah, dan Yahudi mereka rangkul jadi teman, meskipun mereka mengatakan Isa anak zina!
            Sambungan ayat, “Dan barangsiapa yang menjadikan mereka itu pemimpin di antara kamu, maka sesungguhnya dia itu telah termasuk golongan dari mereka.”
            Suku ayat ini amat penting diperhatikan. Yaitu barangsiapa yang mengambil Yahudi atau Nasrani menjadi pemimpinnya, tandanya dia telah termasuk golongan mereka, artinya telah bersimpati kepada mereka. Tidak mungkin seseorang yang mengemukakan orang lain jadi pemimpinnya kalau dia tidak menyukai orang itu. Meskipun dalam kesukaannya kepada orang yang berlain agama itu, dia belum resmi pindah ke dalam agama orang yang disukainya itu. Menurut riwayat dari Abd Humaid, bahwa sahabat Rasulullah saw. yang terkenal Hudzaifah bin al-Yaman pernah berkata,
“Hati-hati tiap-tiap seorang daripada kamu, bahwa dia telah menjadi Yahudi atau Nasrani, sedang dia tidak merasa”
            Lalu dibacanya ayat yang sedang kita tafsirkan ini, yaitu kalau orang telah menjadikan mereka itu jadi pemimpin, maka dia telah termasuk golongan orang yang diangkatnya jadi pemimpin itu.
            Perhatikanlah bagaimana bangsa-bangsa penjajah Kristen yang telah menaklukkan negeri-negeri Islam, yang mula-mula mereka kerjakan dengan sungguh-sungguh ialah mengajarkan bahasa mereka, supaya rakyat Islam yang terjajah itu berpikir dalam bahasa bangsa yang menjajah, lalu mereka lemah dalam bahasa sendiri dan terpengaruh dengan peradaban dan kebudayaan bangsa Kristen yang menjajahnya itu. Kian lama kian hilanglah kepribadian umat yang terjajah tadi, hilang pokok asalnya berpikir dan hilang perkembangan bahasanya sendiri. Lalu yang dipandangnya tinggi ialah bangsa yang menjajahnya itu. Hal ini telah kita alami di zaman penjajahan Belanda di Indonesia dan penjajahan Perancis di Afrika Utara, dan penjajahan Inggris di Tanah Melayu dan India. Maka orang yang pangkalannya berpikir masih dalam Islam, merasa rumitlah menghadapi orang-orang yang mengaku Islam ini, sebab dia telah berpikir dari luar Islam. Bertahun-tahun lamanya kita yang memperjuangkan Islam musti memberikan kepada mereka keterangan agama sepuluh kali lebih sulit daripada memberi keterangan kepada seorang Amerika atau Eropa yang ingin memeluk Islam. Sebab rasa cemooh kepada agama, sinis, acuh tak acuh telah memenuhi sikapnya; mereka itu menamai dirinya Kaum Intelek yang meminta keterangan agama yang masuk akal. Padahal akalnya itu telah dicekok oleh didikan asing, sehingga kebenaran tidak bias masuk lagi. Kadang-kadang terhadap orang seperti ini, seorang muslim yang taat harus bersikap seperti “menatang minyak penuh”, sebab batinnya pantang tersinggung. Bukan akal mereka yang benar cerdas atau rasionalis melainkan jiwa mereka yang telah berubah, sehingga segala yang bagus adalah pada bangsa yang menjajah mereka, dan segala yang buruk adalah pada pemeluk agamanya sendiri.
            Orang semacam inilah yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun di dalam Muqaddimah tarikhnya, (Pasal ke II, Kitab Pertama, no. 23) Kata beliau,
            “Orang yang kalah selalu meniru orang yang menang, baik dalam lambangnya, atau dalam cara berpakaian, atau kebiasannya, dan sekalian gerak-gerik, dan adat-istiadatnya. Sebabnya ialag karena jiwa itu selalu percaya bahwa kesempurnaan hanya da pada orang yang telah mengalahkannya itu, lalu dia menjadi penurut peniru. Baik oleh karena telah sangat tertanam rasa pemujaan, atau karena kesalahan berpikir, bahwa keputusan bukanlah karena kekalahan yang wajar, melainkan karena tekanan rasa rendah diri dan yang menang selalu benar!”
            Barangsiapa yang mengangkat pemeluk agama lain itu jadi pemimpin tidaklah berarti bahwa mereka mengalih agama.
            Agama Islam kadang-kadang masih mereka kerjakan, tetapi hakikat Islam telah hilang dari jiwa mereka. Saking tertariknya dan tergadainya jiwa mereka kepada bangsa yang memimpinnya tidak mereka keberatan lagi menjual agama dan bangsanyaa dengan harga murah. Ketika Belabda sudah sangat kepayahan menghadapi perlawanan rakyat Aceh mempertahankan kemerdekaan mereka, sehingga nyaris gagal, maka yang menunjukkan cara bagaimana memusnahkan dan mematahkan perlawanan itu ialah seorang jaksa beragama Islam yang didatangkan dari daerah luar Aceh: Dia membrikan advis supaya Belanda mendirikan tentara Marsose yang selain dari memakai bedil dan kelewang, hendaklah memakai rencong juga, sebagaiman orang Aceh itu pula, buat memusnahkan pahlawan Muslimin Aceh yang masih bertahan secara gerilya. Kononnya beliau dalam kehidupan pribadi adalah seorang Islam yang taat shalat dan puasa. Dan dia mendapat bintang Willemsorde dari Belanda karena jasanya menunjukkan rahasia-rahasia umatnya seagama itu.
            Orang seperti ini banyak terdapat dalam sejarah. Negerinya hancur, agamanya terdesak dan buat itu dia diberi balas jasa, yaitu bintang! Maka tepatlah apa yang dikatakan oleh sahabat raulullah saw. tadi, yaitu mereka telah jadi Yahudi, dan di sini telah jadi Nasrani, padahal mereka tidak sadar.

“Sesungguhnya Allah tidaklah akan member petunjuk kepada kaum yang zalim.”
[ujung ayat 51]

            Maka orang yang telah mengambil Yahudi atau Nasrani menjadi pemimpinya itu nyatalah sudah zalim. Sudah aniaya. Sebagaimana kita maklum kata-kata zalim itu berasalah dari zhulm, artinya gelap. Mereka telah memilih jalan hidup yang gelap, sehingga terang dicabut Allah dari dalam jiwa mereka. Mereka telah memilih musuh kepercayaan, meskipun bukan musuh pribadi. Padahal di dalam surah al-Baqarah ayat 120 telah diperingatkan bahwa Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha sebelum umat Islam menuruti jalan agama mereka. Mereka itu bias senang pada lahir, kaya dalam benda, tetapi umat mereka jadi melarat karena kezaliman mereka. Lantaran itu selamanya tidak akan terjadi kedamaian. Sebab umat Islam yang memegang teguh tauhid, selama-lamanya akan menyimpan dendam dalam hati, sampai mereka mendapat kemerdekaan kembali. Dan orang yang jiwanya dipimpin oleh Yahudi dan Nasrani itu akan tetap menjadi kudis dan borok di  hadapan mata mereka.
            Di ayat ini ditegaskan bahwa yang dilarag ialah mengambil mereka jadi pemimpin. Tetapi pergaulan manusia di antara manusia, yang sadar akan diri tidaklah terlarang. Seumpama sekarang ini, negeri-negeri umat Islam telah merdeka. Kita akan berhubungan dalam soal-soal ekonomi, kita tidak akan mengisolasi diri. Bahkan di dalam surah al-Hujuraat ayat 13, dengan tegas Allah berfirman,
“Wahai manusia! Sesuguhnya telah kami ciptakan kamu itu dari seorang laki-laki dan sorang perempuan, dan telah Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu kenal-mengenal. Sesungguhnya kaum yang paling muia di sisi allah ialah yang paling takwa kepada-Nya. Sesungguhnya Allah itu adalah Mahatahu, dan Maha Mengerti.”(al-Hujuraat: 13)

            Demikian juga tidak ada larangan berbaik-baik dengan tetangga yang memeluk agama lain. Rasulullah saw. memberikan contoh pula dalam hal ini. Beliau pernah menggadaikan perisainya kepada tetangganya yang Yahudi buat pembeli gandum. Beliau pernah menyembelih kambing untuk makanan sendiri, lalu khadamnya disuruhnya segera menghantarkan sebagian daging kambing itu ke rumah tetangganya Yahudi itu. Kita orang Islam boleh kawin dengan Ahlul Kitab dengan tidak usah perempuan itu memeluk agama Islam, terlebih dahulu. Sebab pimpinan rumah tangga adalah di tangan suami, bukan ditangan istri. Tetapi ahli fiqih Islam sama pendapat bahwa laki-laki Islam hanya tinggal nama saja, tidak boleh kawin dengan perempuan pemeluk agama lain “karena pancing bias dilarikan ikan”. Sedang perempuan Islam dilarang kawin dengan laki-laki pemeluk agama lain, sebab pimpinan rumah tangga di tangan laki-laki. Hanya boleh kalau laki-laki itu pemeluk Islam terlebih dahulu.
            Di dalam pemerintahan Islam, penguasa Islam dibolehkan memberikan kepercayaan kepada pemeluk agama lain untuk memegang satu jabatan, sebab pimpinan tertinggi adalah ditangan Islam. Sebab itu tidaklah ada kekhawatiran. Tetapi kalau timbul khawatir tidaklah boleh.
            Ada berbagai pendapat macam pendapat telah dikemukakan tentang sebab turunnya ayat ini. Salah satu sebab turun yang diriwayatkan dalam hadits bahwa penduduk Arab Madinah, dari persukuan Khazraj dan Aus, sebelum mereka memeluk Islam dahulu, telah membuat perjanjian bantu-membantu dengan persukuan-persukuan Yahudi yang ada di Madinah. Yaitu Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’. Setelah agama Islam mereka peluk dan Nabi Muhammad saw. berpindah ke negeri Madinah, Rasulullah pun membuat perjanjian-perjanjian pula dengan suku-suku Yahudi itu akan hidup berdampingan secara damai. Kalau kota Madinah diserang orang dari luar, mereka akan turut bertahan. Dan keamanan mereka beragama dijamin oleh Rasulullah saw.. Maka tersebutlah bahwasanya kemudian suku-suku Yahudi itu mungkir akan janjinya, bahkan berkhianat.
            Yang mula berkhianat ialah Yahudi Bani Nadhir. Seketika Rasulullah datang ke kampong mereka, mengumpulkan derma pembantu bayaran diyat karena Amr bin Umayyah membunuh dengan kekhilafan seketikan kembali dari sumur maa’uunah, beliau disambut dengan manis oleh mereka. Tetapi setelah Rasulullah duduk bersandar pada satu dinding rumah, mereka telah berbisik-bisik hendak  menjatuhkan  sebuah lesung batu dari sutuh rumah, rupanya Rasulullah mendapat ilham bahwa ada bahaya, sehingga beliau segera berdiri dan menghindarkan diri dari dinding itu. Dan beliau selamat.
            Pengkhianatan itu segera diketahui. Maka setelah dikumpulkan dengan bukti-bukti yang lain, maka dikepunglah kampong Bani Nadhir itu dan mereka disuruh menyerah. Tetapi Abdullah bin Ubay, kepala orang-orang munafik menyuruh mereka bertahan dan bersdia hendak membantu, karena merasa terikat dengan janji lama akan bantu-membantu. Tetapi setekah diadakan kepungan yang sungguh-sungguh, satu orang pun tidak ada pengikut Abdullah bin Ubay yang datang membantu, sehingga pengusiran berjalan terus.
            Memang ada beberapa sahabat Rasulullah yang karena kekuatan imam dan rasa ksatria ditumbuhi rasa kesulitan karena janji-janji bantun-membantu yang dahulu telah diperbuat itu. Tetapi beberapa orang sahabat yang teguh hatinya langsung menyatakan sikap. Diantaranya ialah Sa’ad bin Mu’az, sesudah pengkhinatan Bani Quraizhah dalam peperangan al-Ahzaab(perang Khandaq/parit) Dialah yang menjatuhkan hukum bahwa Bani Quraizhah itu harus dihukum, semua laki-laki dibunuh dan anak istrinya dijadikan tawanan, dan harta benda dirampas. Padahal Bani Quraizhah yang khianat itu mengharap Sa’ad membela mereka, sabab dahulu ada janji bantu-membantu. Yahudi yang berkhianat terlebih dahulu, sebab itu mereka menanggungkan akibatnya.
            Yang tegas pula ialah Ubadah bin Shamit. Seketika orang-orang seperti Abdullah bin ubay secara munafik membela Yahudi, maka Ubadah bin Shamit datang menghadap Rasulullah dan menyatakan sikapnya yang tegas. Dan berkata dihadapan beliau,”Ya Rasul Allah! Ikatan janji kami dengan Yahudi akan bantu-membantu, tolong-menolong. Aku tahu mereka itu keras sikapnya, banyak senjata mereka, kukuh persatuan mereka. Tetapi sungguh pun demikian, hari ini aku akan menentukan sikap. Aku melepaskan diri dari ikatan itu, dan langsung berlindung kepada Allah dan rasul-Nya. Tidak ada pimpinan bagiku melainkan pimpinan Allah dan Rasul”
            Tetapi di dalam majelis itu juga Abdullah bin Ubay menyatakan bahwa dia tidak ada maksud hendak membatalkan janji itu. Kemudian ternyata bahwa dia tidak sanggup memegang janjinya dengan Yahudi itu dan tidak pula terang berpihak kepada Islam; sehingga dia dicaplah sebagai munafik.
            Meskipun terdapat beberapa riwayat tentang sebab turun ayat, namun yang kita jadikan pedoman ialah isinya. Karena tersebut di dalam kaidah ushul fiqih,

“Yang dipandang adalah umum maksud perkataan, bukanlah sebab yang khusus.”

            Artinya, yang dipandang ialah maksud dan tujuan perkataan, bukanlah tentang sebab turunnya ayat. Apatah lagi larangan Allah ini berlaku selama dunia terkembang bagi kepentingan penjagaan Islam senidiri.
            Bukankah telah pernah berates-ratus tahun lamanya negeri-negeri Islam menjadi jajahan dari orang yang beragama Nasrani? Bagaimana hebatnya percobaan mereka sebagai pihak yang berkuasa hendak memaksakan agama mereka dan menghilangkan pengaruh Islam? Kita sendiri sebagai negeri bekas dijajah sudah pernah merasai itu. Mereka telah masuk dengan berbagai cara. Cobalah perhatikan dalam kota Jakarta sendiri, yang sekarang menjadi ibu kota Republik Indonesia, adakah bertemu bekas bahwa zaman penjajahan itu umat Islam boleh mendirikan masjid yang agak pantas di tempat yang agak patut? Masjid-masjid hanya terpencil di belakang-belakang lorong, di pinggir-pinggir kota, sedang ditempat yang dan megah, gerejalah yang berdiri. Sebab pimpinan adalah di tangan mereka.
            Pendidikan dan pengajaran kanak-kanak pun termasuk pimpinan yang penting. Bagaimana jadinya anak-anak Islam, kalau pimpinan pendidikan mereka diberikan kepada guru yahudi atau Nasrani? Sedang mereka, sebagai dikatakan dalam ayat tadi, adalah menjadi pemimpin antara satu dengan yang lain, artinya mempunyai organisasi yang kuat.
            Teingatlah penulis, bahwa kira-kira tahun 1920, seorang Demang(pegawai pemerintah penjajahan Belanda, tetapi beragama Islam) meminta nasihat soal perkara agama, yaitu nusyuz yang terjadi di antara suami istri Islam. Demang itu meminta keputusan perkara orang itu, meskipun secara advis, kepada adviseur uoor Inlansche Zaken, yang dipimpin oleh seorang orientalis yang sangat ahli tentang soal-soal Islam. Yaitu Dr. Hazeu. Lalu advis ahli itu pun datang, padahal advisnya itu diambil dari hukum fiqih yang sangat kaku. Waktu itulah ayah dan guruku Dr. Syekh Abdul Karim Amrullah yang mengajar agama Islam di Padang Panjang menyatakan bandingan atas huku Dr. Hazeu itu dengan tegas, sehingga advis Dr. Hazeu itu tidak jadi terpakai. Padahal sebelum  Dr. Hazeu, Adviseur pemerintah Belanda tentang Islam, masih ulam; yaitu Sayyid Osman al-Alawi. Sebelum itu, pada tahun 1911 keluar fatwa Ayahku itu di dalam majalah al-Munir menjawab pertanyaan seseorang, apakah Tuanku Laras boleh dijadikan wali hakim, dengan tegas beliau jawab, tidak! Sebab meskipun Tuanku Laras seorang kepala Bumiputra, bukanlah dia pimpinan agama, melainkan pegawai dari pemerintah Belanda.
            Tentunya termasuk di sini mengambil karangan orientalis Barat yang katanya ahli dalam soal-soal Islam, untuk dijadikan mata pelajaran Islam pada sekolah-sekolah tinggi, seumpama karangan Young Bull yang terkenal tentang fiqih. Karangan-karangan Orientalis Barat tentang Islam hanya baik untuk dijadikan tinjauan belaka, tetapi amat berbahaya untuk dijadikan pegangan; kecuali kalau yang belajar itu hendak mengetahui bagaimana pandangan dan penghargaan ulama Islam sendiri.

“Maka akan engkau lihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, berlomba-lombalah mereka kepada mereka.”
[pangkal ayat 52]

            Inilah kalimat yang sangat tepat. Bahwasanya yang mau menjadikan Yahudi dan Nasrani menjadi pimpinan, tidak lain daripada orang yang di dalam hatinya telah ada penyakit. Penyakit, terutama yag pertama ialah munafik. Yang kedua ialah agamanya itu hanya sekadar nama sebutan belaka, sebab kebetulan mereka keturunan orang Islam. Bagi mereka sama saja, apakah pimpinan itu Islam atau Yahudi atau Nasrani, asal ada jaminan hidup. Bahkan sampai kepada zaman kita teah merdeka sekarang ini, masih belum sembuh benar penyakit itu. Di kota-kota besar, bukan saja di tanah Jawa yang telah lama pengaruh Belanda, bahkan di Sumatera, bahkan di Sumatera Barat, sebagai di Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh, telah penuh sesak sekolah sekolah yang didirikan Kristen yang dimasuki oleh anak-anak orang Islam. Dan melihat sekolah mereka telah mulai laku, mulailah mereka mengatur bahwa anak-anak Islam yang masuk ke dalam sekolah mereka mesti pula turus mengerjakan sembahyang Kristen kalau terjadi upacara sembahyang.
            Dengan ini dapatlah kita pahamkan bahwa pekerjaan menegakkan Islam mempunyai berbagai ragam segi yang wajib diisi semuanya dan meminta waktu dan kesabaran. Kalau kita lihat bahwa berjuang agar hukum Allah berlaku di dalam suatu negara, sebagaimana pada ayat sebelum ini sudah kita bentangkan, maka lebih hebat lagi untuk menginsafkan umat Islam agar jangan menyerahkan pimpinan kepadamYahudi dan Nashara. Padahal kita pun mengakui bahwa didalam zaman sekarang ini hanyalah ilmu pengetahuan yang tinggi-tinggi ada pada mereka, ilmu pengetahuan yang tinggi-tinggi ada pada mereka sebagai tersebut di dalam sebuah hadits yang shahih,

“Hakikat adalah barang mahal orang Mukmin yang hilang. Oleh sebab itu, pungutlah dia dimana pun bertemunya.”

Kita memerlukan teknik Eropa, ilmu kedokteran Amerika, kepandaian ilmu alam Rusia, ilmu perang, dan lain-lain. Tetapi kita wajib selalu awas, jangan sampai pimpinan jiwa kita, keimanan kita akan tergadai lantaran itu. Sebab itu maka awasilah jiwa sendiri agar jangan ditimpa penyakit. Karena hanya jiwa yang sakit yang dapat kena pengaruh mereka, “Berkata mereka,” yaitu jiwa-jiwa yang telah sakit itu, “Kami takut bahwa akan menimpa kepada kami kecelakaan.” Persis beginilah jawaban dari orang yang berjiwa sakit, ketika ditanya mengapa mereka menyerahkan pimpinan kepada Yahudi dan Nasrani. Mereka menjawab, “Kalau kita tidak serahkan pimpinan kepada mereka niscaya kita celaka.” Kalau pimpinan anak saya tidak diserahkan kepada mereka, tentu civil effect atau nasib penghidupan anak saya di belakang hari tidak terjamin, sebab sekolah-sekolah kepunyaan Kristen itu amat lengkap persediaanya dan amat rapi pelajarannya.
Kalau ditanya, “ Bagaimana urusan agama anak itu kelak?” Maka si orang tua yang jiwa agamanya telah sakkit itu memberikan jawaban yang amat lemah.
Asalnya kaum yang dalam hatinya ada penyakit ini, berkata demikian di zaman Rasul saw. ialah di saat-saat mereka masih menyangka bahwa Islam tidak akan menang, dan lawan-lawannya, terutama Yahudi masih kuat. Maka buat orang yang imannya teguh, Allah memberikan pengharapan, “Moga-moga Allah akan mendatangkan kemenangan atau suatu keadaan dari sisi-Nya.” Melihat lawan masih kuat, orang-rang yang beriman janganlah lekas patah semangat dan lemah harapan. Asal keyakinan tetap teguh, kemenangan pasti datang dan keadaan akan berubah. Keadaan tidak akan tetap begitu-begitu saja. Dalam sejarah ternyatalah apa yang telah dibayangkan Allah sebagai pengharapan itu, sehingga orang-orang Yahudi jatuh pamor mereka satu demi satu dan hilang segenap kebesaran dan pengaruh mereka dari tanah Arab, dan Daulat Islam berdiri. “Maka jadilah mereka itu.” Yaitu orang-orang yang telah telanjur menyerahkan pimpinan kepada Yahudi dan Nasrani itu.

“Atas apa yang mereka simpan-simpan dalam hati mereka, menjadi orang-orang yang menyesal.”
[ujuang ayat 52]

            Orang yang lantaran di dalam jiwa telah ada penyakit, oleh karena kelemahannya dan pendirian yang tiada tetao, di waktu melihat musuh masih kuat, tidak merasa yakin akan kemenangan Islam; sebab itu mereka menyeberang ke pihak sana. Kemudian ternyatalah bahwa Islam itu lebih kuat dari apa yang mereka sangka bermula. Lantaran itu menyesallah mereka, hidup sudah serba salah dan langkah sudah terlanjur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mari bersedekah ilmu..mari memberikan tanggapan..